Ayah Kaya VS Ayah Miskin
Sahabat entrepreneur, salam hebat luar biasa..!! Di episode kali ini saya kembali akan membahas buku. Buku ini bercerita tentang ayah kaya dan ayah miskin. Buku ini sudah saya baca kurang lebih sekitar 18 tahun yang lalu, dan lengkap dengan semua kontroversinya. Kita tidak perlu berbicara tentang kontroversinya, tetapi kita bicara tentang makna yang bisa kita petik dari buku ini. Jadi, judul buku ini adalah : “Ayah Kaya VS Ayah Miskin”.
Jadi, bicara tentang ayah kaya VS ayah miskin ini saya sadur dari buku aslinya yang berjudul “Rich Dad, Poor Dad”. Saya sendiri sudah membaca buku ini kurang lebih sekitar 18 tahun yang lalu. Dan memang harus diakui, buku ini sangat berdampak pada saya, termasuk pada banyak video saya yang acuannya pada Robert Kiyosaki.
Robert Kiyosaki sendiri sebetulnya adalah pria berkebangsaan Amerika, tetapi ia keturunan Jepang. Pertama kali ia berbisnis dompet Velcro, dan akhirnya dia bangkrut. Lalu bersama istrinya Kim Kiyosaki, beliau berjuang sampai tidak punya rumah dan akhirnya tidur di kap mobilnya. Tetapi pada usia 47 tahun, beliau berhasil mencapai apa yang diinginkan oleh setiap orang. Yaitu kebebasan finansial (financial freedom).
Sebetulnya jika kita bicara tentang “Rich Dad, Poor Dad”, berarti kita membicarakan darimana Robert Kiyosaki pertama kali belajar pendidikan finansial. Ia memiliki seorang ayah kandung yang ia beri nama “poor dad”. Memang orang Barat seperti itu. Ayah kandungnya sendiri diistilahkan sebagai poor dad atau ayah miskin. Sebetulnya dalam hal ini kurang etis jika kita sebagai orang Timur mengatakan ayah kandung sendiri sebagai ayah miskin. Tetapi sebetulnya yang ingin saya sampaikan bukan poin itu. Tetapi poin yang ingin saya sampaikan adalah ->
Apa yang selalu diajarkan oleh ayah kandung kita atau ayah miskin kita adalah :
“Nak, bekerjalah, sekolahlah yang pintar dan tinggi. Dan kalau bisa mendapatkan beasiswa. Sehingga suatu saat kamu menjadi sarjana dan mudah mendapatkan pekerjaan supaya kamu mendapatkan gaji yang tinggi”.
Saya kira kata-kata seperti ini adalah kata-kata yang mungkin tanpa kita sadari juga sering diajarkan oleh orang tua kita. Karena waktunya berbeda. Zaman dulu orang tua kita hidup di zaman penjajahan, di era Perang Dunia ke II. Jadi, sangat tidak mudah untuk mendapatkan pekerjaan pada saat itu. Dan juga sangat tidak mudah untuk mencapai gelar sarjana pada saat itu. Dan tidak salah kalau orang tua yang hidup di era tahun 30’an dan 40’an pasti akan mengajarkan hal-hal seperti itu pada anaknya. Itu sangat tidak salah.
Tetapi seperti yang kita ketahui zaman sekarang sudah sangat berbeda. Sarjana sudah bukan eksklusif lagi. Sarjana yang sekarang sudah berbeda dengan sarjana yang 50-60 tahun yang lalu. Waktu itu sangat eksklusif. Kalau sekarang, mungkin setiap orang bisa menjadi sarjana.
Oleh sebab itu, Robert Kiyosaki berkata bahwa beliau memberikan pandangan mengenai hidup kedua orangtuanya. “Rich Dad” itu adalah ayah kaya dari beliau. Ayah kaya beliau itu mungkin kontroversial dan itu tidak mau saya bahas. Tetapi yang akan kita bahas disini adalah cara berpikir dari ayah kaya beliau. Itu yang harus kita bahas.
Ayahnya itu lahir di Hawaii, Amerika. Beliau adalah seseorang yang sangat berkompeten di bidang pendidikan. Beliau menjadi seorang kepala pendidikan di Hawaii. Ayah kandungnya adalah seseorang yang berpendidikan tinggi dan sangat cerdas. Bahkan ayahnya ini mendapatkan pendidikan sampai Ph.D atau Doctor of Philosophy, S3. Kemudian beliau melanjutkan sekolah di Stanford University, University of Chicago, Northwestern University. Untuk semua biaya pendidikannya, si ayah miskin hanya menggunakan beasiswa. Keren sekali ‘kan?
Tetapi anda harus tahu, ini ceritanya belum selesai.
Untuk pendidikannya, Robert Kiyosaki menyebutkan bahwa ayah miskin beliau itu meskipun sukses di bidang pendidikan dan karir, tetapi pada akhir hidupnya banyak meninggalkan hutang dan tidak kaya sama sekali.
Sedangkan ayah yang satunya, ayah kaya beliau, ia belajar darinya tentang “filosofi uang” dan kebebasan finansial.
Ayah kaya beliau tidak memiliki pendidikan tinggi seperti ayah miskin beliau. Bahkan ia tidak lulus pendidikan setingkat 8. Kalau di Indonesia mungkin setingkat SMP/SLTP.
Tetapi di akhir hidupnya, ia menjadi salah satu orang terkaya di Hawaii yang memiliki beberapa perusahaan dan beberapa minimarket. Keduanya adalah orang yang sukses di bidangnya. Tetapi yang satu di kebebasan finansial, yang satunya lagi di bidang akademis. Namun pada akhirnya berakhir dengan hasil yang berbeda.
Pada saat ayah kaya beliau belum kaya dan ayah miskin beliau belum miskin, kedua orang ayahnya itu adalah 2 orang yang berusaha keras dan sukses di bidangnya. Ayah miskinnya bekerja keras di jalur pendidikan dan ingin hidup tenang sebagai pegawai pemerintahan, mungkin di Indonesia seperti PNS. Sedangkan ayah kaya beliau berusaha keras untuk membangun kerajaan bisnisnya.
Kedua ayah Robert Kiyosaki ini memiliki cara pandang yang sangat berbeda terkait pengelolaan uang dan tujuan finansialnya. Ayah kaya beliau mengatakan bahwa jika kehabisan dan kekurangan uang itu merupakan sumber dari kejahatan. Sedangkan ayah miskin beliau mengatakan bahwa cinta akan uang adalah akar dari segala kejahatan. Kita lihat disini sudah ada perbedaan antara cara berpikir kedua orang tersebut.
Ayah miskin beliau menyinggung tentang masalah finansial. Dia selalu sensitif jika bicara tentang masalah finansial dan bagaimana memperolehnya. Sedangkan ayah kaya beliau setiap hari mengasah otaknya untuk mempunyai kecerdasan finansial, dan akhirnya ia dapat mengembangkan bisnisnya.
Berikut ini beberapa perbedaan pandangan ayah miskin dan ayah kaya. Disini ada 10 poin, sehingga kita bisa tahu apa yang bisa kita pelajari dari cara berpikir yang berbeda dari kedua orang ayah ini.
1. Rumah adalah aset VS Rumah adalah hutang
Yang pertama, ayah miskin beliau selalu berkata bahwa rumah adalah aset. Kata-kata ini terkesan benar. Rumah adalah aset. Tetapi ayah kaya beliau selalu berkata bahwa rumah adalah liability atau hutang. Mengapa bisa demikian? Kalau dipikir pikir, ini masuk akal. Misalkan jika rumah itu kita pakai sendiri. Rumah itu sebenarnya tidak menghasilkan apa-apa. Rumah itu hanya kita nikmati.
Bahkan kalau rumah itu tidak kita miliki, rumah itu kita jual atau kita kontrakkan, misalkan hasil dari kontrak tersebut 2-3 tahun kemudian. Jika hasil dari kontrak tersebut bagus, tidak apa-apa. Tetapi seringkali hasil uang sewa kontrak tersebut untuk merenovasi rumah kita lagi. Jika dipikir-pikir, hasilnya tidak sepadan dengan aset dari rumah tersebut.
Hal ini berbeda dengan ayah kaya beliau. Ayah kaya beliau selalu berkata bahwa rumah adalah liability. Rumah itu justru tidak menghasilkan aset/passive income yang signifikan. Inilah perbedaan kedua cara berpikir mereka. Saya pikir, cara berpikir ini masuk akal juga.
2. I can’t do it VS How I can do it
Yang kedua, ayah miskin beliau selalu berkata ‘saya tidak mampu melakukannya’. I can’t do it. Sedangkan ayah kaya beliau selalu berkata how I can do it? ‘Bagaimana cara supaya saya bisa melakukannya?’. Ayah miskin beliau selalu pesimis. Ayah miskin beliau selalu berkata ‘saya tidak mampu melakukannya. Nanti akan mematikan otak kita’. Dengan pikiran yang tepat, maka pikiran akan terbuka dan akan berusaha menemukan jawabannya.
3. Saya tidak kaya karena kamu VS Saya harus menjadi kaya karena kamu
Poin yang ketiga, ayah miskin beliau selalu berkata ‘Alasan saya tidak kaya karena kamu, nak. Karena uang saya habis untuk membesarkan kamu. Karena itulah kamu harus cari beasiswa supaya tidak membebani ayah’. Sedangkan ayah kaya beliau selalu berkata ‘Alasan saya harus menjadi kaya itu karena kamu, nak. Mengapa? Karena kamu lah sumber inspirasi ayah untuk lebih bersemangat kerja. Dan ayah harus mempunyai suatu pendidikan finansial yang baik supaya suatu hari ayah juga bisa menghidupi kamu tanpa harus memusingkan masalah finansial’. Kedua hal ini adalah cara berpikir yang berbeda.
4. Saya tidak tertarik dengan uang VS Money is a power
Yang keempat, ayah miskin beliau selalu berkata ‘Saya tidak tertarik dengan uang’. Bahkan dia sensitif kalau bicara masalah uang. Sedangkan ayah kaya beliau selalu berkata ‘Money is a power. Uang adalah kekuatan.
5. Money isn’t everything VS With money, I can buy everything
With money, I can buy everything. Dengan uang, saya bisa membeli segalanya. Dengan uang, saya bisa membantu yayasan yatim piatu. Dan dengan uang, saya bisa membantu anak-anak terlantar. Saya bisa membangun yayasan untuk fakir miskin. Dengan uang, saya bisa menolong orang-orang yang tidak mampu. Dengan uang, saya bisa membangun rumah sakit. Dan dengan uang, saya bisa membantu orang untuk hidup lebih sukses’. Dengan uang saya bisa membangun tempat ibadah. Banyak sekali impian si ayah kaya. Kedua hal ini adalah cara berpikir yang berbeda.
6. Pay me later VS Pay me first
Poin yang keenam, ayah miskin beliau selalu berkata ‘bayar saya terakhir/pay me later’. Sedangkan ayah kaya beliau selalu berkata ‘bayar saya dahulu/pay me first’.
Jadi, ayah kaya beliau selalu mengambil keuntungan dari pendapatannya dan meletakkan hasil uang itu kembali di dalam account investasi untuk membeli aset-asetnya. Sedangkan ayah miskin beliau membelanjakan hampir semua uang pertamanya dan tidak pernah berpikir untuk berinvestasi.
7. Dialokasikan untuk kebutuhan VS Dialokasikan untuk aset
Karena apa? Begitu menerima gaji, langsung habis digunakan untuk kebutuhan ini dan itu. Tidak ada lagi yang bisa diinvestasikan. Sedangkan ayah kaya dari Robert Kiyosaki selalu berpikir untuk membangun bisnis dan hasil uangnya selalu dialokasikan ke asetnya. Cara berpikir mereka berbeda sekali.
8. Belajarlah dari kata-kata pendidikan VS Belajarlah dari kata-kata keuangan/financial
Yang kedelapan, ayah miskin beliau selalu berkata ‘belajarlah hanya dari kata-kata pendidikan’. Bagi dia, pendidikan itu penting. Mendapat nilai yang bagus dan sekolah tinggi, itu yang paling penting. Tetapi ayah kaya beliau selalu berkata ‘belajarlah dari kata-kata keuangan/financial’. Kata-kata adalah tools anda yang paling powerfull.
Kita tahu sendiri, di Indonesia memang agak sensitif jika kita membicarakan tentang uang atau miskin. Sensitif sekali jika kita membicarakan itu. Tetapi sebenarnya kata-kata ini benar. Jadi anda jangan berpikir, mengapa bisa terjadi kemiskinan? Salah satunya karena kurangnya pendidikan finansial seperti layaknya si ayah kaya tersebut. Karena kurangnya pendidikan finansial sehingga mungkin kondisi finansial kita sampai hari ini masih bermasalah. Coba anda pikirkan baik-baik. Mungkin ini budaya orang Amerika. Tetapi kalau diterapkan di Indonesia, masuk akal juga.
Mengapa? Karena seringkali kehidupan kita tidak jauh lebih baik karena kita tidak bisa mencari uang. Melainkan karena lemahnya pendidikan finansial kita.
9. I work for money VS Money work for me
Yang kesembilan, ayah miskin beliau selalu berkata ‘saya bekerja untuk uang/I work for money’. Sedangkan ayah kaya beliau selalu berkata ‘money work for me/uang bekerja untuk saya’. Ayah miskin harus bekerja untuk mendapatkan uang. Sedangkan si ayah kaya bekerja untuk membangun aset dan suatu hari aset inilah yang akan menghasilkan uang untuk saya. Karena tidak mungkin saya menukar waktu saya seumur hidup untuk bekerja. Karena suatu hari saya harus bebas, dan aset inilah yang bekerja untuk saya. Dan uang inilah yang akhirnya mengejar saya. Kedua cara ini sangat berbeda.
10. Menghasilkan uang akan menyelesaikan masalah VS Mengetahui pendidikan finansial adalah jawaban atas masalah keuangan
Sedangkan yang kesepuluh/yang terakhir, ayah miskin beliau selalu berkata ‘berpikir untuk menghasilkan uang akan menyelesaikan masalah keuangan’. Sedangkan ayah kaya beliau selalu berkata ‘mengetahui pendidikan finansial adalah jawaban atas masalah keuangan’.
Seringkali si ayah miskin berkata bahwa ketika anda mempunyai masalah keuangan, maka anda harus mencari uang lebih banyak lagi untuk menutup lubang. Gali lubang, tutup lubang. Sedangkan si ayah kaya berkata bahwa ketika anda mempunyai masalah keuangan, maka anda harus berpikir bagaimana agar masalah keuangan ini dapat diselesaikan.
Karena lemahnya pendidikan finansial anda, anda tidak tahu cara membangun aset, sehingga seumur hidup anda selalu bermasalah dengan masalah keuangan. Perbedaan cara berpikir dari kedua orang tersebut sangat fantastis. Akhirnya kaya, aset, liabilitas, dan kebebasan finansial adalah sesuatu yang masuk akal. Jadi, anda jangan takut menjadi kaya. Anda jangan alergi dengan kata kaya. Dan anda juga jangan sensitif dengan kata miskin. Sehingga ketika anda mendengar kata miskin, seolah-olah saya ini menghina anda. I do’nt want to insult you. Tidak ada sedikitpun pemikiran untuk menghina anda.
Tetapi yang kita pikirkan, disini juga bukan berarti dia menghina ayah miskin beliau. Tidak. Disini ia hanya menganalogikan tentang bagaimana 2 cara berpikir yang berbeda dari kedua ayahnya tadi bisa menentukan nasib seseorang 10-50 tahun ke depan.
Demikian sahabat entrepreneur untuk review buku kali ini. Saya senang sekali bisa berbagi tentang kisah “Rich Dad VS Poor Dad”. Bagaimana cara berpikir ayah kaya VS ayah miskin. Dan buku ini menjadi mega best seller. Di seluruh dunia sudah terjual di lebih dari 40 negara. Dan sampai hari ini masih ada di toko buku Indonesia.
Silahkan anda miliki bukunya..!!
Saya sudah me’review untuk anda. Bagus sekali dan semoga anda juga berminat dan anda bisa membuka cara berpikir dan mengelola mindset anda. Bila anda menyukai video seperti ini jangan lupa klik like, anda juga bisa memberikan komentar-komentar positif, dan jangan lupa subscribe. Serta ada 2 video disini, silahkan anda tonton untuk menambah wawasan anda.
Sukses untuk anda, salam hebat luar biasa..!!